Sejarah Kerajaan Mataram Islam Lengkap
Sejarah Kerajaan Mataram Islam - Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan Islam di Indonesia. Kerajaan Mataram ini tidak ada hubungannya dengan Kerajaan Mataram masa Hindu-Budha. Kebetulan saja nama yang sama dipakai lagi pada masa Islam berkembang. Mungkin juga pemakaian nama ini ada hubungannya dengan upaya untuk mengagungkan kembali kebesaran masa lalu.
Sementara itu, Madiun dan Ponorogo mengangkat senjata, namun berhasil dikalahkan oleh Mataram. Setelah itu, Senopati menyerang Pasuruan, Panarukan, dan Blambangan pada tahun 1587. Ketiga daerah itu belum menganut agama Islam. Usahanya tidak berhasil karena setelah tentaranya kembali ke Mataram, daerah itu kembali menjadi negara merdeka.
Setelah daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur tunduk, Senopati kemudian menyerang Cirebon. Ia berhasil memaksa Cirebon dan Galuh mengakui kekuasaannya pada tahun 1595, sedangkan Pati dan Demak memberontak. Mereka berhasil mendekati ibu kota Mataram. Namun, dengan pasukan berkudanya, Senopati berhasil menghancurkannya.
Senopati meninggal dan dimakamkan di Kota Gede pada tahun 1601. Ia berhasil meletakkan dasar-dasar Kerajaan Mataram. Penggantinya ialah Mas Jolang atau Panembahan Seda ing Krapyak. Ia harus menghadapi banyak pemberontakan.
Mula-mula Demak, tiga tahun lamanya (1601 -1604) terjadi kerusuhan. Lalu, disusul pemberontakan Ponorogo, tetapi, pemberontakan ini dapat diatasi. Surabaya tidak mau mengakui lagi kekuasaan Mataram pada tahun 1612. Meskipun Mas Jolang berhasil menguasai Mojokerto, Gresik, dan membakar daerah sekitar Surabaya, nam un Surabaya tetap bertahan. Mas Jolang meninggal dan dimakamkan di Kota Gede pada tahun 1613.
Penggantinya ialah Adipati Martapura. Ia tidak sanggup memegang tampuk pemerintahan karena sakit-sakitan. la digantikan oleh saudaranya, Raden Rangsang atau dikenal dengan gelar Sultan Agung. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Mataram menjadi kerajaan yang disegani tidak saja di Pulau Jawa, tetapi sampai ke pulau-pulau lainnya.
Pemerintahan Sultan Agung mula-mula berpusat di Kerta, lalu dipindahkan ke Plered. Permusuhan dengan Surabaya tetap berlangsung. Berkat tembok kotanya yang kuat dan dikelilingi rawa-rawa, Surabaya dapat bertahan dari setiap serangan yang datang.
Surabaya menyerang Mataram dengan bantuan Kediri, Tuban, dan Pasuruan pada tahun 1614. Mula-mula mereka mendapat kemenangan, tetapi kemudian dihancurkan Mataram di daerah Wirasaba (Mojokerto sekarang). Tahun 1617 Lasem, Pasuruan, dan Tuban (1620) dikalahkan. Sultan Agung menyerang Sukadana di Kalimantan yang merupakan sekutu Surabaya pada tahun 1622.
Mataram menyerang Madura pada tahun 1625. Pamekasan dan Sumenep tidak berdaya. Adipati Sampang diangkat menjadi adipati Madura dengan gelar Pangeran Cakraningrat I oleh Sultan Agung. Surabaya ditundukkan Mataram pada tahun 1625, walaupun memperoleh bantuan Belanda.
Jatuhnya Surabaya berarti seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, kecuali Blambangan dan Sukadana, mengakui kekuasaan Mataram. Persatuan itu diperkuat dengan ikatan perkawinan antara para adipatinya dengan putri-putri Mataram. Sultan Agung sendiri menikah dengan putri Cirebon sehingga Cirebon juga mengakui kekuasaan Mataram.
Dalam usahanya menyatukan seluruh Jawa, Sultan Agung bermaksud menyerang Banten karena tidak mengakuinya sebagai penerus Kerajaan Demak. Penyerangan Banten ditunda, karena Sultan Agung hendak menyerang Batavia lebih dahulu. Sultan Agung tahu bahwa Belanda tidak ingin melihat Mataram terlalu berkuasa. Sultan Agung menyerang Batavia pada tahun 1628. Usaha itu gagal, karena tentara Mataram kekurangan perbekalan.
Untuk menjamin perbekalan dalam penyerangan Batavia yang kedua (1629) Sultan Agung mendirikan lumbung-lumbung padi di sekitar Cirebon dan Krawang. Serangan itu didukung pula dengan perahu-perahu yang bermuatan beras di perairan sekitar Batavia.
Usaha itu juga gagal karena perahu-perahu bermuatan beras tidak mampu menghadapi kapal Belanda. Persediaan beras dibakar oleh mata-mata Belanda. Tentara Mataram yang mengepung Batavia kelaparan dan terjangkit bermacam-macam penyakit. Hal itu menyebabkan tentara Mataram pecah.
Sultan Agung masih berusaha sekali lagi menyerang Batavia. Daerah Krawang yang masih berupa hutan dibuka oleh penduduk dari Jawa Tengah dan Sumedang untuk dijadikan sawah. Jalan-jalan juga dibuat untuk mempermudah perhubungan dengan Mataram. lajuga berusaha menjalin hubungan dengan Portugis di Malaka dan orang Inggris yang ada di Banten. Ia melarang hubungan perdagangan dengan Batavia. Pedagang-pedagang harus langsung berdagang dengan Malaka.
Sementara itu, Sunan Giri berusaha berkuasa kembali di Jawa Timur setelah ia tahu kegagalan Sultan Agung menguasai Batavia. Gersik dihancurkan Sultan Agung pada tahun 1635, juga Blambangan pada tahun 1639, tetapi tidak lama kemudian Blambangan bergabung kembali dengan Bali.
Belanda semakin kuat kedudukannya. Perdagangan dengan Maluku dikuasainya. Malaka dapat direbut dari tangan Portugis pada tahun 1641. Keadaan itu menyulitkan kedudukan Sultan Agung. Pada saat persiapan penyerangan Belanda hampir selesai, Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 dalam usia 55 tahun. Kematiannya menyebabkan usaha membasmi benih penjajahan Belanda tidak berhasil.
Sultan Agung merupakan raja yang besar dan panglima yang ulung. Ia banyakjasanya dalam bidang agama. Sultan Agung menjadi contoh bagi rakyatnya dalam menjalankan ibadah. Setelah menaklukkan Madura, ia bergelar Susuhunan atau Sunan (yang dijunjung). Gelar itu sebenarnya hanya diberikan kepada para wali saja.
Ia membuat penanggalan baru, yaitu penanggalan Jawa-Islam dalam tahun 1633. Sebelum itu, penanggalan yang dipakai ialah penanggalan Saka yang didasarkan pada perhitungan matahari (1 tahun=3 65 hari). Tahun Jawaislam dibuat berdasarkan perhitungan bulan (1 tahun= 354 hari), sesuai penanggalan Islam. Tahun 1633 sama dengan tahun 1555 Saka atau 1555 tahun Jawa-Islam.
Pengganti Sultan Agung adalah Amangkurat (1645 1677). Ia dikenal sebagai raja yang kejam dan tidak punya keberanian untuk menentang Belanda. Ia mengadakan perjanjian perdamaian dengan Belanda pada tahun 1646. Kehidupan rakyat sangat menyedihkan akibat peperangan yang dilakukan oleh Sultan Agung ditambah dengan perbuatan Amangkurat. Timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Trunojoyo, seorang pangeran dari Arisbaya di Madura pada tahun 1674.
Pemberontakan itu mendapat dukungan sepenuhnya dari pelaut-pelaut Makassar di bawah pimpinan Kraeng Galesong. Pemberontakan Trunojoyo kemudian diikuti oleh daerah-daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Akibatnya, ibu kota Mataram, Plered, dapat dikuasai pada tahun l677. Amangkurat melarikan diri, tetapi sebelum mencapai Batavia, ia meninggal di Tegal Arum (dekat Tegal sekarang).
Ia meninggalkan pesan agar putranya Amangkurat II mencari bantuan Belanda yang menjadi sekutunya. Permintaan dikabulkan Belanda. Amangkurat II mengadakan perjanjian dengan Belanda. Daerah Semarang diserahkan kepada Belanda (VOC) dan Amangkurat mengakui dan membantu monopoli Belanda. Belanda menyerang Trunojoyo yang bertahan di Kadiri pada tahun 1678. Akan tetapi, hal itu hanya bertahan selama satu tahun. Kemudian, Trunojoyo menyerah kerena terjadi perselisihan di antara mereka sendiri.
Amangkurat II menjadi sunan setelah ia menerima mahkota dari Belanda pada tahun 1680. Sebagai imbalannya, ia harus menyerahkan Bogor, Krawang, dan Priangan kepada Belanda. Demikian juga, Cirebon harus mengakui kekuasaan Belanda.
Amangkurat I I kemudian memindahkan keratonnya ke Kartasura. Di situ, Belanda juga mendirikan benteng untuk memberi perlindungan kepada Amangkurat. Ia meninggal pada tahun 1703. Kemenangan atas Trunojoyo menyebabkan Belanda menjadi sangat berkuasa. Malaka dan Mataram sudah dikuasai, tinggal Banten yang masih menjadi penghalang.
Dalam awal abad ke-18 Kerajaan Mataram mengalami tiga kali perang perebutan kekuasaan yang menyebabkan daerah kerajaan tinggal daerah Bagelen, Kedu, dan Surakarta; Kemudian, Surakarta dibagi menjadi dua kerajaan. Kerajaan Surakarta dipimpin oleh Paku Buwono III, sedangkan Kerajaan Yogyakarta dipimpin Hamengku Buwono I. Pembagian kerajaan itu didasarkan Perjanjian Gianti pada tahun 1755. Dua tahun kemudian, daerah Surakarta dibagi lagi menjadi dua yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran.
Demikian penjelasan tentang Sejarah Kerajaan Mataram Islam Lengkap. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan membantu kalian yang sedang belajar Sejarah Indonesia. - pendidikansejarah.com
Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Keraton Kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram pada tahun 1586. Senopati mengangkat dirinya menjadi raja Mataram. Ia segera meluaskan kekuasaannya. Mula-mula terj adi perselisihan dengan Surabaya. Berkat usaha Sunan Giri, perselisihan itu dapat dicegah menjadi perang. Surabaya tidak ditaklukkan, tetapi bersedia mengakui kekuasaan Senopati.peninggalan kerajaan mataram islam |
Sementara itu, Madiun dan Ponorogo mengangkat senjata, namun berhasil dikalahkan oleh Mataram. Setelah itu, Senopati menyerang Pasuruan, Panarukan, dan Blambangan pada tahun 1587. Ketiga daerah itu belum menganut agama Islam. Usahanya tidak berhasil karena setelah tentaranya kembali ke Mataram, daerah itu kembali menjadi negara merdeka.
Setelah daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur tunduk, Senopati kemudian menyerang Cirebon. Ia berhasil memaksa Cirebon dan Galuh mengakui kekuasaannya pada tahun 1595, sedangkan Pati dan Demak memberontak. Mereka berhasil mendekati ibu kota Mataram. Namun, dengan pasukan berkudanya, Senopati berhasil menghancurkannya.
Senopati meninggal dan dimakamkan di Kota Gede pada tahun 1601. Ia berhasil meletakkan dasar-dasar Kerajaan Mataram. Penggantinya ialah Mas Jolang atau Panembahan Seda ing Krapyak. Ia harus menghadapi banyak pemberontakan.
Mula-mula Demak, tiga tahun lamanya (1601 -1604) terjadi kerusuhan. Lalu, disusul pemberontakan Ponorogo, tetapi, pemberontakan ini dapat diatasi. Surabaya tidak mau mengakui lagi kekuasaan Mataram pada tahun 1612. Meskipun Mas Jolang berhasil menguasai Mojokerto, Gresik, dan membakar daerah sekitar Surabaya, nam un Surabaya tetap bertahan. Mas Jolang meninggal dan dimakamkan di Kota Gede pada tahun 1613.
Penggantinya ialah Adipati Martapura. Ia tidak sanggup memegang tampuk pemerintahan karena sakit-sakitan. la digantikan oleh saudaranya, Raden Rangsang atau dikenal dengan gelar Sultan Agung. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Mataram menjadi kerajaan yang disegani tidak saja di Pulau Jawa, tetapi sampai ke pulau-pulau lainnya.
Pemerintahan Sultan Agung mula-mula berpusat di Kerta, lalu dipindahkan ke Plered. Permusuhan dengan Surabaya tetap berlangsung. Berkat tembok kotanya yang kuat dan dikelilingi rawa-rawa, Surabaya dapat bertahan dari setiap serangan yang datang.
Surabaya menyerang Mataram dengan bantuan Kediri, Tuban, dan Pasuruan pada tahun 1614. Mula-mula mereka mendapat kemenangan, tetapi kemudian dihancurkan Mataram di daerah Wirasaba (Mojokerto sekarang). Tahun 1617 Lasem, Pasuruan, dan Tuban (1620) dikalahkan. Sultan Agung menyerang Sukadana di Kalimantan yang merupakan sekutu Surabaya pada tahun 1622.
Mataram menyerang Madura pada tahun 1625. Pamekasan dan Sumenep tidak berdaya. Adipati Sampang diangkat menjadi adipati Madura dengan gelar Pangeran Cakraningrat I oleh Sultan Agung. Surabaya ditundukkan Mataram pada tahun 1625, walaupun memperoleh bantuan Belanda.
Jatuhnya Surabaya berarti seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, kecuali Blambangan dan Sukadana, mengakui kekuasaan Mataram. Persatuan itu diperkuat dengan ikatan perkawinan antara para adipatinya dengan putri-putri Mataram. Sultan Agung sendiri menikah dengan putri Cirebon sehingga Cirebon juga mengakui kekuasaan Mataram.
Dalam usahanya menyatukan seluruh Jawa, Sultan Agung bermaksud menyerang Banten karena tidak mengakuinya sebagai penerus Kerajaan Demak. Penyerangan Banten ditunda, karena Sultan Agung hendak menyerang Batavia lebih dahulu. Sultan Agung tahu bahwa Belanda tidak ingin melihat Mataram terlalu berkuasa. Sultan Agung menyerang Batavia pada tahun 1628. Usaha itu gagal, karena tentara Mataram kekurangan perbekalan.
Untuk menjamin perbekalan dalam penyerangan Batavia yang kedua (1629) Sultan Agung mendirikan lumbung-lumbung padi di sekitar Cirebon dan Krawang. Serangan itu didukung pula dengan perahu-perahu yang bermuatan beras di perairan sekitar Batavia.
Usaha itu juga gagal karena perahu-perahu bermuatan beras tidak mampu menghadapi kapal Belanda. Persediaan beras dibakar oleh mata-mata Belanda. Tentara Mataram yang mengepung Batavia kelaparan dan terjangkit bermacam-macam penyakit. Hal itu menyebabkan tentara Mataram pecah.
Sultan Agung masih berusaha sekali lagi menyerang Batavia. Daerah Krawang yang masih berupa hutan dibuka oleh penduduk dari Jawa Tengah dan Sumedang untuk dijadikan sawah. Jalan-jalan juga dibuat untuk mempermudah perhubungan dengan Mataram. lajuga berusaha menjalin hubungan dengan Portugis di Malaka dan orang Inggris yang ada di Banten. Ia melarang hubungan perdagangan dengan Batavia. Pedagang-pedagang harus langsung berdagang dengan Malaka.
Sementara itu, Sunan Giri berusaha berkuasa kembali di Jawa Timur setelah ia tahu kegagalan Sultan Agung menguasai Batavia. Gersik dihancurkan Sultan Agung pada tahun 1635, juga Blambangan pada tahun 1639, tetapi tidak lama kemudian Blambangan bergabung kembali dengan Bali.
Belanda semakin kuat kedudukannya. Perdagangan dengan Maluku dikuasainya. Malaka dapat direbut dari tangan Portugis pada tahun 1641. Keadaan itu menyulitkan kedudukan Sultan Agung. Pada saat persiapan penyerangan Belanda hampir selesai, Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 dalam usia 55 tahun. Kematiannya menyebabkan usaha membasmi benih penjajahan Belanda tidak berhasil.
Sultan Agung merupakan raja yang besar dan panglima yang ulung. Ia banyakjasanya dalam bidang agama. Sultan Agung menjadi contoh bagi rakyatnya dalam menjalankan ibadah. Setelah menaklukkan Madura, ia bergelar Susuhunan atau Sunan (yang dijunjung). Gelar itu sebenarnya hanya diberikan kepada para wali saja.
Ia membuat penanggalan baru, yaitu penanggalan Jawa-Islam dalam tahun 1633. Sebelum itu, penanggalan yang dipakai ialah penanggalan Saka yang didasarkan pada perhitungan matahari (1 tahun=3 65 hari). Tahun Jawaislam dibuat berdasarkan perhitungan bulan (1 tahun= 354 hari), sesuai penanggalan Islam. Tahun 1633 sama dengan tahun 1555 Saka atau 1555 tahun Jawa-Islam.
Pengganti Sultan Agung adalah Amangkurat (1645 1677). Ia dikenal sebagai raja yang kejam dan tidak punya keberanian untuk menentang Belanda. Ia mengadakan perjanjian perdamaian dengan Belanda pada tahun 1646. Kehidupan rakyat sangat menyedihkan akibat peperangan yang dilakukan oleh Sultan Agung ditambah dengan perbuatan Amangkurat. Timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Trunojoyo, seorang pangeran dari Arisbaya di Madura pada tahun 1674.
Pemberontakan itu mendapat dukungan sepenuhnya dari pelaut-pelaut Makassar di bawah pimpinan Kraeng Galesong. Pemberontakan Trunojoyo kemudian diikuti oleh daerah-daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Akibatnya, ibu kota Mataram, Plered, dapat dikuasai pada tahun l677. Amangkurat melarikan diri, tetapi sebelum mencapai Batavia, ia meninggal di Tegal Arum (dekat Tegal sekarang).
Ia meninggalkan pesan agar putranya Amangkurat II mencari bantuan Belanda yang menjadi sekutunya. Permintaan dikabulkan Belanda. Amangkurat II mengadakan perjanjian dengan Belanda. Daerah Semarang diserahkan kepada Belanda (VOC) dan Amangkurat mengakui dan membantu monopoli Belanda. Belanda menyerang Trunojoyo yang bertahan di Kadiri pada tahun 1678. Akan tetapi, hal itu hanya bertahan selama satu tahun. Kemudian, Trunojoyo menyerah kerena terjadi perselisihan di antara mereka sendiri.
Amangkurat II menjadi sunan setelah ia menerima mahkota dari Belanda pada tahun 1680. Sebagai imbalannya, ia harus menyerahkan Bogor, Krawang, dan Priangan kepada Belanda. Demikian juga, Cirebon harus mengakui kekuasaan Belanda.
Amangkurat I I kemudian memindahkan keratonnya ke Kartasura. Di situ, Belanda juga mendirikan benteng untuk memberi perlindungan kepada Amangkurat. Ia meninggal pada tahun 1703. Kemenangan atas Trunojoyo menyebabkan Belanda menjadi sangat berkuasa. Malaka dan Mataram sudah dikuasai, tinggal Banten yang masih menjadi penghalang.
Dalam awal abad ke-18 Kerajaan Mataram mengalami tiga kali perang perebutan kekuasaan yang menyebabkan daerah kerajaan tinggal daerah Bagelen, Kedu, dan Surakarta; Kemudian, Surakarta dibagi menjadi dua kerajaan. Kerajaan Surakarta dipimpin oleh Paku Buwono III, sedangkan Kerajaan Yogyakarta dipimpin Hamengku Buwono I. Pembagian kerajaan itu didasarkan Perjanjian Gianti pada tahun 1755. Dua tahun kemudian, daerah Surakarta dibagi lagi menjadi dua yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran.
Demikian penjelasan tentang Sejarah Kerajaan Mataram Islam Lengkap. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan membantu kalian yang sedang belajar Sejarah Indonesia. - pendidikansejarah.com
0 Response to "Sejarah Kerajaan Mataram Islam Lengkap"
Posting Komentar