Kebijakan dan Prestasi Khalifah Abu Bakar As-Siddiq
Sebagai seorang khalifah, Abu Bakar mengambil langkah dan kebijakan strategis bagi kelangsungan kehidupan umat Islam. Berikut ini beberapa kebijakan dan beberapa peristiwa penting semasa beliau menjadi khalifah:
l. Memerangi Kaum Riddah
Ujian pertama yang harus dihadapi Abu Bakar adalah banyaknya kabilah-kabilah Arab yang lari dan membelot dari ajaran agama Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw. Mereka umumnya berasal dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, seperti Yaman, Oman, Hadhramaut, Bahrain, dan Mahra. Secara umum, mereka dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a. Orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam)
b. Orang-orang yang tidak mau membayar zakat
c. rang-orang yang mengaku sebagai nabi (nabi palsu)
Seiring dengan itu, langkah dan kebijakan yang pertama kali diambil Abu Bakar adalah menyiapkan 11 (sebelas) pasukan. Setiap kelompok pasukan, dipimpin oleh seorang panglima, masing-masing panglima diserahi panji pasukan (al-liwa') dan selembar surat janji (al-'ahd). Surat janji itu berisi amanat perang yang mengatur tata tertib dan disiplin ketentaraan. Berikut ini nama-nama sebelas pasukan dengan panglimanya masing-masing:
1. Pasukan Khalid bin Walid bertugas menghadapi Thulaihah bin Khuwailid, dan Malik bin Nuwairah di Wilayah Al-Battah. Perlu diketahui bahwa sebelum memeluk Islam, Thulaihah adalah seorang tukang sihir. Sepeninggal Rasulullah saw., Thulaihah langsung mengangkat dirinya sebagai nabi dan menuntut Abu Bakar untuk mengakui kenabiannya. Kontan Abu Bakar menolak. Sadar bahwa Thulaihah telah menyiapkan pasukannya di perbatasan Madinah untuk melakukan penyerangan, Abu Bakar bergegas menyiapkan pasukannya. Pasukan dibagi tiga; sayap kanan dipimpin Nukman bin Muqarram, sayap kiri dipimpin Abdullah bin Muqarram, dan pasukan cadangan langsung dipimpin olehnya. Menjelang fajar, pertempuran terjadi. Pasukan musuh berhasil dikalahkan. Sementara itu, Thulaihah dan sisa pasukannya menyelematkan diri dan memohon perlindungan ke suku Ghatafan. Panglima Khalid bin Walid tidak mau tinggal diam. Dia terus mengejar hingga pasukan Thulaihah yang dibantu oleh Ghatafan, Murra, dan Fezara berhasil dihancurkan. Namun Thulaihah dan istrinya berhasil menyelamatkan diri ke Syria. Dan dikabarkan bahwa dia akhirnya kembali memeluk agama Islam. Demikian juga dengan orang-orang Ghatafan, Murra, dan Fezara, mereka akhirnya kembali memeluk Islam.
2. Pasukan Ikrimah bin Amr (anak Abu Jahal) bertugas menghadapi Musailamah Al-Kadzdzab di wilayah Bani Hanifah (Yamamah). Perlu di. ketahui bahwa Musailamah adalah tokoh cendekiawan dan terpandang di lingkungan Bani Hanifah (Yamamah). Sepeninggal Rasulullah saw., dia memproklamirkan diri sebagai nabi dan rasul. Bahkan untuk memperkuat pengaruhnya, dia menikahi Sajjah binti Al-Harits bin Suwaid bin Aqfan yang juga mengaku sebagai nabi. Hasilnya, dia mempunyai pasukan hingga mencapai 40.000 tentara. Abu Bakar pun segera bertindak. Dikirimlah pasukan muslim di bawah pimpinan Ikrimah bin Amr bin Hisyam dan pasukan cadangan di bawah pimpinan Syurahbil bin Hasanah. Untuk memperkuat barisan, Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk mengirim pasukannya guna mengepung Musailamah. Pertempuran sengit terjadi, pasukan muslim hampir mengalami kekalahan. Namun, Khalid segera menerapkan taktik jitu. Pasukan muslim ditarik mundur. Manakala pasukan musuh mendekati bekas perkemahan pasukan muslim untuk mencari harta rampasan, pasukan muslim balik menyerang. Musuh pun dapat dikalahkan. Musailamah dan sisa pasukannya menyelamatkan diri ke Al-Hadikat. Pasukan Khalid terus mengejar hingga pasukan Musailamah dapat dihancurkan. Musailamah sendiri tewas di tangan Wahsyi. Setelah peristiwa itu, Bani Hanifah kembali membai'at Abu Bakar sebagai khalifah.
3. Pasukan Muhajir bin Abi Umayyahyang bertugas menghadapi sisa pasukan Aswad Al-Insa, membantu kaum Al-Abnak (peranakan) menghadapi Kais bin Maksyuh, kemudian masuk ke Wilayah Kindah dan Hadhramaut. Perlu diketahui, Aswad Al-Insa adalah nabi palsu yang tewas pada masa Nabi Muhammad saw. masih hidup. Adapun sisa-sisa pasukannya dipimpin oleh Kais bin Abdi Yaguts. Dialah yang memimpin gerakan riddah di Yaman sepeninggal Rasulullah. Untuk menghancurkan gerakan Kais, diutuslah Panglima Ikrimah bin Amr dengan dibantu oleh pasukan Muhajir bin Umayyah. Pertempuran pun terjadi. Tidak berlangsung lama, Kais bin Abdi Yaguts menyerahkan diri. Kais diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar.
4. Pasukan Khalid bin Said bertugas menghadapi suku-suku besar Arab di wilayah tengah bagian utara hingga perbatasan Syria dan Irak.
5. Pasukan Amr bin Ash yang bertugas menghadapi dua suku besar di wilayah utara bagian barat laut, yaitu Qudla'ah dan Wadi'ah.
6. Pasukan Huzaifah bin Muhsin Al-Ghalfani yang bertugas menghadapi penduduk di wilayah Daba (pesisir tenggara Arabia).
7. Pasukan Arfajah bin Hartsamah yang bertugas menghadapi gerakan riddah di Wilayah Mahra dan Oman (pesisir selatan Arabia).
8. Pasukan Surahbil bin Hasanah yang bertugas sebagai pasukan cadangan Ikrimah bin Hisyam di wilayah Yamamah.
9. Pasukan Maan bin Hijaz yang bertugas menghadapi suku besar di sekitar wilayah Thaif, yaitu Salim dan Hawazin.
10. Pasukan Suwaid bin Muqarram yang bertugas menghadapi kaum riddah di wilayah Tihamah (sepanjang pesisir Laut Merah).
11. Pasukan Allak bin Muqarram yang bertugas menghadapi kaum riddah di Wilayah Bahrain.
2. Melanjutkan Pengiriman Pasukan Usamah
Dikisahkan bahwa menjelang sakit, Nabi Muhammad saw. membentuk pasukan guna dikirim ke perbatasan Syria. Pasukan yang terdiri dari tokohtokoh Muhajirin, seperti Umar bin Khattab, dan tokoh-tokoh Anshar itu dipimpin oleh Usamah bin Zaid, seorang pemuda yang baru berusia 20 tahun. Hal ini sengaja dilakukan Rasulullah saw. untuk mengkader generasi muda Islam sebagai calon pemimpin. Pasukan Usamah pun berangkat ke Syria. Namun, ketika sedang beristirahat di Jurfa, terdengar kabar bahwa Nabi Muhammad saw. sakit. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan dan kembali lagi ke Madinah. Akhirnya, Nabi Muhammad saw. wafat.
Masalah pemberangkatan pasukan Usamah kembali dibicarakan setelah pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Malam itu, selesai mengucapkan khutbah jabatan, Abu Bakar membicarakan hal itu bersama tokoh Anshar dan Muhajirin. Sebagian dari mereka merasa keberatan karena akan mengakibatkan kekosongan kekuatan di Madinah. Namun demikian, Abu Bakar punya pertimbangan lain. Menurutnya, pemberangkatan pasukan akan mengalihkan perhatian kaum muslimin yang hampir mengalami perpecahan dalam menentukan pengganti Rasulullah saw.. Lebih dari itu, pemberangkatan pasukan akan membangkitkan dan menyatukan semangat umat Islam muslim untuk menghancurkan musuh-musuh Islam. Abu Bakar berkata, “Demi Zat yang menguasai diriku! Meski aku mengira bahwa hewan-hewan buas akan menerkamku, aku akan tetap memberangkatkan pasukan Usamah. Ini sebagaimana yang diperintahkan Nabi Muhammad saw. Meskipun di negeri ini tidak ada orang lagi selain diriku, aku akan tetap melaksanakannya! Meskipun harus menghadapi terkaman anjing dan srigala, aku tidak akan merombak keputusan Nabi Muhammad saw.”
Demikian keteguhan hati sang khalifah. Maka, pada hari Rabu sore, 14 Rabiul Awwal 11 H, pasukan Usamah diberangkatkan ke Jurfa. Saat itu, Usamah duduk di atas kudanya, sementara Abu Bakar berjalan kaki di sisinya. Adapun kuda Abu Bakar dituntun oleh Abdurrahman bin Auf. Dengan penuh rasa sungkan, Usamah berulang kali memohon agar diperkenankan turun dari kudanya. Namun, Abu Bakar menolaknya. Sebaliknya, Abu Bakar berkata, “Demi Allah! Janganlah turun, meski aku tidak berkendaraan. Biarlah telapak kakiku dipenuhi dengan debu jalan Allah. Bukankah setiap langkah pejuang akan memperoleh imbalan tujuh ratus kebajikan, meninggikan derajat dan martabatnya, serta menghapuskan tujuh ratus kesalahannya?!” Bahkan, dalam perjalanan menuju Jurfa itulah Abu Bakar berkata demikian, “Wahai Usamah! Jika menurutmu Umar bin Khattab dapat membantuku setelah keberangkatanmu, sudi kiranya dirimu mengizinkannya!” Sungguh bijak sang khalifah. Dia benar-benar menghormati wewenang dan kekuasaan pejabatnya. Meski mudah baginya untuk memerintahkan Umar menemani dirinya, namun hal itu tidak dilakukannya. Dia sangat menghormati wewenang Usamah sebagai panglima pasukannya. Sungguh sebuah akhlak dan prilaku yang patut diteladani oleh semua. Dan tanpa berfikir panjang, Usamah pun mengabulkan permohonannya.
Sesampainya di Jurfa, Abu Bakar memberikan amanat perang sebagai berikut, “Wahai manusia, berdirilah! Aku akan memberikan sepuluh amanat, maka terimalah. Janganlah berkhianat, berbuat keterlaluan, menganiaya dan menggantung, membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita, merusak pohon-pohon tamar dan membakarnya, menebas pohon-pohon yang sedang berbuah, serta jangan menyembelih domba, sapi, dan unta kecuali untuk dimakan. Ketahuilah bahwa kalian nanti akan bertemu dengan kelompok masyarakat yang melakukan kebaktian dalam gereja. Maka biarkanlah mereka dengan kebaktiannya. Kalian juga akan bertemu dengan sekelompok masyarakat yang akan menyumbangkan bejana-bejana yang penuh dengan makanan. Maka setiap kali mencicipinya, janganlah kalian lupa menyebut nama Tuhan (membaca Bismillah). Kemudian, kalian juga akan berhadapan dengan kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan sengit dan mengelilingi dirinya dengan berbagai pertahanan. Maka hancurkanlah dengan kekuatan pedang kalian! Sekarang, berangkatlah dengan nama Allah!”
Demikianlah amanat perang sang khalifah yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan prinsip-prinsip perang menurut Islam, jauh sebelum negaranegara Barat membuat prinsip-prinsip perang melalui Konvensi Genewa pada tahun 1864. Dalam kenyataannya, prinsip-prinisip tersebut sangat membantu perjuangan kaum muslimin. Di samping itu, penaklukan imperium Romawi dan Persia juga dilatarbelakangi oleh kondisi kehidupan rakyat di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi dan Persia, yang dipenuhi dengan kebijakan yang sangat menyengsarakan rakyat banyak, dan tidak manusiawi, seperti pungutan pajak yang memberatkan.
Selesai mendengarkan amanat perang, pasukan Usamah berangkat ke medan pertempuran. Sementara Abu Bakar dan Umar bin Khattab kembali ke Madinah. Saat itu, tujuan pengiriman pasukan Usamah adalah ke Kerajaan Ghassan yang berpusat di Damaskus. Di sana, pasukan Usamah akan meminta pertanggungjawaban sang raja atas kesewenang-wenangannya ketika membunuh utusan yang dikirim Nabi Muhammad saw. Mu'tah, itulah tempat yang pertama dituju oleh pasukan Usamah, sebuah tempat yang pernah menjadi medan pertempuran antara kaum muslimin di bawah pimpinan Zaid bin Harisah (ayah Usamah) dengan pasukan Romawi yang dipimpin oleh Heraclius. Saat itu, gugur beberapa tokoh Islam, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Sekitar 40 (empat puluh) hari, pasukan Usamah berperang melawan pasukan kerajaan Ghassan dan berhasil mengalahkan pihak lawan. Usamah pulang ke Madinah dengan membawa harta rampasan yang cukup banyak. Pengaruh positif dari kebijakan pengiriman pasukan ini adalah timbulnya rasa takut dalam diri Kaisar Hiraclius setelah menyaksikan kekuatan kaum muslimin.
3. Menghadapi Imperium Persia
Untuk memperluas Wilayah Islam, kebijakan yang ditempuh Abu Bakar adalah menghadapi kekejaman Imperium Persia. Perlu diketahui bahwa dengan tentara yang terlatih dan peralatan perang modern, Imperium Persia dikenal sebagai kerajaan yang kuat. Wilayah kekuasaannya mencakup sepanjang lembah Mesopotamia. Sayang, mereka suka berbuat zalim. Di bawah kekuasannya, penduduk diharuskan membayar pajak yang sangat tinggi dan pungutan-pungutan dari tuan tanah yang memberatkan.
Mengawali kebijakannya, Abu Bakar mengutus pasukannya yang terbagi dalam beberapa kelompok. Kelompok pertama dipimpin oleh Mutsanna bin Harisa Asy-Syaibani. Dengan kekuatan 8.000 pasukan, Mutsanna bergerak ke arah utara sepanjang pesisir Teluk Persia pada bulan Muharram 12 Hijriah. Meski berhasil menguasai pelabuhan Al-Qatif, namun mereka mendapatkan perlawanan sengit ketika akan memasuki wilayah Kuwait. Mendapat laporan dari Mutsanna, Abu Bakar segera mengirimkan pasukan bantuan di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Dengan kekuatan 10.000 pasukan, Khalid berangkat ke medan pertempuran. Pelabuhan tua Ubulla yang dikuasai pasukan Persia di bawah pimpinan Harmaz yang dibantu oleh panglima Kavadh dan Anusjan berhasil dikuasai. Kelompok kedua dipimpin oleh panglima Iyadh. Saat itu, mereka ditugaskan untuk merebut benteng Dumatil Jindal yang terletak di antara lembah Eufrat dan Teluk Akabah. Menguasai benteng tersebut dinilai akan mempermudah untuk menguasai kerajaan Hira. Dan setelah memperoleh bantuan dari pasukan Khalid bin Walid, benteng Dumatil Jindal dapat dikuasai. Demikian juga dengan kerajaan Hira. Setelah berhasil menguasai Kuwait dan Hira, pasukan muslim juga berhasil merebut pelabuhan Bashrah (Irak) dan Yaman. Perlu diketahui bahwa penduduk di daerah yang berhasil dikuasai, ternyata lebih senang berada di bawah kekuasaan kaum muslim. Itu disebabkan mereka diperlakukan secara manusiawi, diberi hak hidup sepenuhnya, dan hanya dibebani dengan pajak yang ringan.
4. Menghadapi Imperium Romawi
Berhasil menguasai Mesopotamia, Madinah semakin ramai dengan para sukarelawan yang datang dari berbagai suku di semenanjung Arabia. Sementara itu, semangat kaum muslim terus bergelora hingga Abu Bakar merasakan kerinduan mereka untuk kembali membela agama Islam. Oleh karena itu, melalui perundingan dengan tokoh Anshar dan Muhajirin, disusunlah rencana besar untuk menghadapi Imperium Romawi Timur yang mencakup wilayah Palestina dan Syria. Saat itu, kedua wilayah tersebut dikenal sebagai wilayah Syam.
Pada awal tahun 13 H, Abu Bakar membentuk empat pasukan besar. Masing-masing pasukan, dipimpin oleh seorang panglima. Keempat pasukan tersebut adalah:
a. Pasukan Amr bin Ash yang bertugas menguasai Pelabuhan Aila di Teluk Kabah dan kemudian menuju Palestina.
b. Pasukan Syurahbil bin Hasanah yang bertugas merebut Benteng Tabuk dan kemudian menuju Yordania.
c. Pasukan Yazid bin Abi Sufyan yang berangkat ke Damaskus dan kemudian menuju Syria Selatan.
d. Pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah yang bertugas merebut Benteng Homs dan kemudian menuju Syria Utara dan Ibu Kota Antiokia.
Perlu diketahui bahwa kekuasaan muslim di wilayah Imperium Romawi, diawali dengan dikuasainya wilayah Palestina, Yordania, dan Syria. Saat itu, Kaisar Romawi, Heraclius, yang berada di Yerusalem sangat terkejut dengan kemenangan pasukan muslim. Maka, dia bergegas menyiapkan kekuatannya hingga berjumlah 240.000 pasukan dan menunjuk saudaranya, Theodore, sebagai panglimanya. Sadar dengan kekuatan Heraclius yang sangat besar, panglima Amr bin Ash yang ditugaskan menuju ke Palestina mengusulkan kepada Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menggabungkan seluruh pasukan. Saat itu, Abu Ubaidah yang telah berhasil menguasai Syria Utara menyampaikan usul itu kepada Abu Bakar dan sang khalifah pun menerimanya.
Sementara keempat pasukan di bawah panglimanya masing-masing bergabung dalam satu barisan, Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid yang sedang berada di Lembah Mesopotamia untuk berangkat ke Syria. Selain itu, Abu Bakar juga mengangkat Khalid sebagai panglima besar dari seluruh pasukan muslim. Perlu diketahui bahwa saat itu pasukan muslim berjumlah 39.000 orang yang terdiri dari 24.000 pasukan gabungan, 9.000 pasukan Khalid, dan 6.000 pasukan Ikrimah. Pasukan Ikrimah itu terdiri dari para sukarelawan yang berasal dari Arabia Selatan dan Tengah yang dibentuk sebagai pasukan cadangan. Sebagai panglima besar, Khalid segera mengatur strategi. Dia membagi pasukannya menjadi 40 regu yang terbagi dalam tiga sayap dan satu regu pasukan cadangan di bawah pimpinan Ikrimah. Ketiga sayap itu adalah:
a. Sayap Tengah yang menjadi pasukan inti dan dipimpin oleh Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah
b. Sayap Kanan yang dipimpin oleh Panglima Amr bin Ash
c. Sayap Kiri yang dipimpin oleh Panglima Yazid bin Abi Sufyan
Ketiga pasukan itu pun berangkat ke Yarmuk, daerah yang ditetapkan oleh Abu Bakar sebagai benteng pertahanan. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a. Yarmuk yang berbentuk dataran lembah dan dikelilingi bukit-bukit berbentuk bulan sabit merupakan tempat yang sangat strategis secara militer.
b. Yarmuk diairi anak sungai yang berhulu dari dataran tinggi Hauran (Syria) dan bermuara pada Danau Tiberias.
Di sisi lain, pasukan Romawi pun bergerak ke Yarmuk. Merasa mempunyai kekuatan yang jauh lebih besar, mereka langsung menuju ke pusat pertahanan pasukan Muslim. Pertemuan antara kedua kekuatan pun tidak bisa dihindarkan. Hanya saja, sebelum genderang perang dibunyikan, disepakati untuk melakukan perang tanding terlebih dahulu. Pasukan Romawi diwakili Panglima Gergorius Teodorus, sedang pasukan Muslim diwakili panglima Khalid bin Walid. Perang tanding pun berlangsung. Dikisahkan bahwa selama perang tanding, kedua panglima itu melakukan dialog. Banyak hal yang ditanyakan oleh Panglima Gergorius, dan pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh Panglima Khalid bin Walid dengan memuaskan. Akhirnya, Gergorius pun masuk Islam dan berjuang bersama pasukan Muslim melawan pasukan Romawi hingga dia pun akhirnya terbunuh.
Pertempuran belum usai, pada bulan Jumadil Akhir 13 H terdengar berita dari seorang utusan Madinah, yang langsung menemui Khalid bin Walid. Utusan tersebut memberitahukan bahwa Abu Bakar telah wafat dan Umar bin Khattab terpilih sebagai penggantinya. Lebih dari itu, sang utusan juga menyerahkan sebuah surat dari Khalifah Umar kepada Khalid bin Walid. Setelah dibaca, diketahui bahwa itu adalah surat pemecatan dirinya sebagai panglima besar dan sekaligus pengangkatan Abu Ubaidah sebagai penggantinya. Khalid bin Walid bergegas mengundang Abu Ubaidah. Di dalam kemahnya, Khalid menyampaikan berita duka perihal kematian Abu Bakar. Selain itu, dia juga memberitahukan berita tentang penyerahan tampuk kepemimpinan kepada Abu Ubaidah. Akhirnya disepakati agar berita kematian Abu Bakar tidak diumumkan, karena khawatir akan menurunkan semangat tempur pasukan. Sedangkan masalah pergantian panglima, Abu Ubaidah mengusulkan agar hal itu diberlakukan setelah peperangan usai. Dijelaskan bahwa alasan Khalid bin Walid diganti oleh Abu Ubaidah disebabkan kekhawatiran Umar bahwa orang-orang akan mengkultuskan Khalid sehingga akan berpengaruh pada keikhlasannya dalam berjuang. Perlu diketahui bahwa Khalid adalah seorang panglima yang cerdas, gagah berani, dan mempunyai siasat perang yang jitu. Sehingga, hampir setiap peperangan yang dipimpinnya, selalu dimenangkannya. Saat itu, sebagai pejuang kesatria, Khalid bin Walid menerima pemberhentiannya dengan jiwa besar. Bahkan dia berkata, “Saya berjihad karena Allah swt., bukan karena Umar.”
Abu Bakar As-Siddiq menjadi khalifah selama 2 tahun, 3 bulan, 13 hari, Selama masa pemerintahannya, beliau telah berhasil memberikan jasa-jasanya kepada perkembangan dan perluasan ajaran agama Islam. Dia telah berhasil menghalau gerakan riddah. Bahkan, dia juga berhasil memperluas wilayah Islam hingga ke luar jazirah Arab. Kedermawanan, kerendahhatian, kejujuran, keamanahan, dan keteguhan hatinya telah membekas di hati para sahabatnya.
5. Mengumpulkan Lembaran Ayat-ayat Suci Al-Qur'an
Sahabat Umar bin Khattab adalah penggagas pertama pengumpulan Al-Qur'an. Ia mengusulkan idenya tersebut kepada Khalifah Abu Bakar AsSiddiq. Ide Umar dilatarbelakangi oleh banyaknya sahabat penghafal Al-Qur'an yang gugur sebagai syahid dalam peristiwa Perang Yamamah pada tahun 12 H. Diperkirakan sahabat penghafal Al-Qur'an yang gugur waktu itu sekitar 70 orang. Umar sangat khawatir jika nantinya Al-Qur'an akan musnah karena banyaknya qari' yang gugur. Beliau mengusulkan kepada Abu Bakar agar mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an. Pada mulanya Abu Bakar menolak usulan tersebut, karena Rasulullah saw. tidak pernah melakukan hal tersebut pada waktu beliau masih hidup. Tetapi setelah bermusyawarah dengan para sahabat, maka akhirnya Khalifah Abu Bakar menyetujui usul Umar tersebut.
Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an dengan alasan memang ia adalah penulis wahyu ketika Nabi saw. masih hidup, di samping ia juga sangat paham terhadap persoalan terkait Al-Qur'an. Pada mulanya Zaid bin Tsabit juga menolak, kemudian keduanya bertukar pendapat sampai akhirnya Zaid bin Tsabit dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Al-Qur'an tersebut. Zaid melaksanakan tugasnya dengan sangat teliti dan hati-hati, dengan bersandar pada hafalan para qurra' (para penghafal Al-Qur'an) dan catatan yang ada pada para penulis.
Zaid bin Tsabit mengumpulkan Al-Qur'an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta atau kambing dan juga dari hafalan-hafalan para sahabat. Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti sekalipun ia hafal Al-Qur'an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al-Qur'an yang sangat penting bagi Umat Islam itu, dia masih memandang perlu mencocokkan hafalan atau catatan dari sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Dengan demikian Al-Qur'an seluruhnya telah ditulis Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benang yang tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw.
Kemudian Mushaf Al-Qur'an hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah beliau wafat pada tahun ke-13 hijrah, Mushaf tersebut disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar bin Khattab, setelah Umar wafat, Mushaf tersebut disimpan oleh putrinya yang sekaligus istri Rasulullah saw. bernama Hafsah binti Umar ra.
Sahabat Ali bin Abi Thalib memberi penilaian atas dikumpulkannya Mushaf Al-Qur'an dengan perkataannya, “Orang yang paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu Bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah karena dialah yang pertama kali mengumpulkan Al-Qur'an, di samping itu beliau juga yang pertama kali menyebut Al-Qur'an sebagai Mushaf.”
0 Response to "Kebijakan dan Prestasi Khalifah Abu Bakar As-Siddiq "
Posting Komentar